Entri Populer

Selasa, 28 Mei 2013

SYIRKAH

A.    Pengertian Syirkah/ Musyaroka
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat  ipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya,
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan emperoleh keuntungan.

B.    Dasar Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمِصِّيصِىُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الزِّبْرِقَانِ عَنْ أَبِى حَيَّانَ التَّيْمِىِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

Artinya:
Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud),
C.    Rukun Syirkah
Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:
  1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
  2. Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta,
  3. Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau pekerjaan.

Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
D.    Macam-Macam Syirkah
1.    Syirkah ‘inan
Rukun serikat ini ada tiga, pertama macam harta modal, kedua kadar keuntungan dari kadar harta yang di syarikatkan. Ketiga kadar pekerjaan dari kedua perserikatan berdasarkan kadar besarnya harta.
a.    Harta modal
Mengenai harta modal di antaranya ada yang disepakati oleh para fuqaha dan ada yang diperselisihkan. Kaum muslin telah sependapat bahwa serikat dagang itu dibolehkan pada satu macam barang, yakni dinar dan dirham maski pada dasarnya serikat ‘inan it bukan merupakan jual beli yang terjadi secara tunai. Dan disepakati .
Adapun syarat-syatar dalam melakukan syirkah inan adalah:
  1. Melafalkan kata-kata yang menujukan izin masing-masing anggota syarikat untuk mengendalikan harta itu.
  2. anggota syirkah saling mempercayai sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lain.
  3. mencampurkan harta hingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing yang merupakan mata uang.
Atas dasar syarikat inan saat ini telah dibuat berbagai macam perkumpulan dagang. Menurut ketentuan dan persyaratan yang sesuai dengan keinginan dan aturan yang berlaku dalam hukum dagang.
b.    Pembagian keuntungan 
fuqaha telah bersepakat bahwa apabila keuntungan mengikuti kepada modal, yaitu apabila modal serikat itu keduanya sama besarnya , maka keduanya membagi keuntungan separuh-separuh. Fuqaha irak berpendapat bahwa serikat dagang itu sama dengan qiradh, jika dalam qiradh pihak yang bekerja dapat memperoleh bagian keuntungan berdasarkan cara yang ditetapkan oleh kedua belah pihak, dan sebagai imbangannya pihak yang bekerja hanya memberikan kerja (usaha), maka dalam sarikat dagang hai itu tentu lebih diperbolehkanlagi, yakni menjadikan usaha mempunyai imbangan sebagian dari harta. Jika syarikat dagang itu berupa harta dan usaha dari salah-satu pihak. Jadi sebagian keuntungan tersebut nerupakan imbangan atas kelebihan usahanyaterhadap usaha pihak yang lain. Karenaseseorang dengan lainya itu berbeda-beda kemampuan usahanya sebagaimana berbeda-beda pula dalam segi yang lainya.

Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda separti kereta/gerobak harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola.
Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
2.    Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga(badan) mereka tanpa kerjasama modal.
Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.
3.     Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal) .
Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.
Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah. Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
4.    Syirkah Wujuh
Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). alam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat.
Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
5.     Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh).
Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah

KESIMPULAN
Menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan emperoleh keuntungan
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud),
Adapun maca-macam syirkah adalah:
1.    Syirkah inan
2.    syirkah abdan
3.    Syirkah mudhorobah
4.    Syirkah wujuh,
5.    Syirkah mufawadhoh


DAFTAR PUSTAKA
 Ibnu Mas’ud Dan Zainal Abidin. Fiqih Madzah Syafi’I jilid II, Pustaka Setia, Bandung: 2007.
Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun System Ekonomi Alternative, Risalah Gusti, Jakarta:1996
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul mujtahid, As-syifa’, Semarang:1990

Sabtu, 04 Mei 2013

HUKUM WARIS


A.    Ahli waris
1.    Dalam hokum islam
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris beragama islam dan tidak terhalaang karena hukum untuk menjadi ahli waris 
Menurut M. Idris Ramulyo dalam tesisnya yang ber judul perbandingan hukum kewarisan islam dan kewarisan menurut KUH Per. Mendefinisikan ahli warsi adalah sekumpulan orang-orang atau seorang atau individu-individu atau kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga dengan si mayit atau orang yang meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggalmati oleh seseorang (pewaris) antara lain misalnya
a.    Anak-anak
b.    Orang tua yaitu ayah atau ibu.
c.    Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya sampai derajat tak terbatas.
d.    Suamu atau istri yang hidup terlama.
e.    Datuk atau kakek bila tidak ada a, b, dan c tersebut di atas.
f.    Turunan menyimpang atau turunan dari datuk nenek bila tidak ada sama sekali kelompok a,b,c dan d.
g.    Apabila tidak ada sama sekali ahli warisbaik keluarga sedarah semenda tersebut, sampai dengan derajat f, maka warisan di urus oleh bait al- maal, seperti lembaga BHP dalam system Negara republic Indonesia. 
2.    Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
Menurut undang-undang hukum perdata pasal 832 yang berhak untuk menjdi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama.
B.    Sebab-Sebab Mendapatkan Warisan
Adapun sebab-sebab mendapatkan warisan menurut hokum islam adalah:
a.    Hubungan kekerabatan, seperti hubungan antara ayah dan anak,atau ibu dan anak, inilah yang disebut ahli waris yang asal, atau wajib.
b.    Hubungan disebabkan tali perkawinan, apakah perkawinan itu terjadi persenggamahan ataupun tidak terjadi, dan sang istri dalam kondisi talaq raj'I (cerai yang bisa ruju' kembali), sementara pasangan yang telah cerai bain(cerai yang tidak dapat menikah lagi kecuali sang istri dinikahi dan bersetubuh dengan suaminya tersebut), maka dalam hal ini tidak ada saling mewarisi kedua belah pihak apabila kondisi mereka talaq "bain"
Sedangkan sebab-sebab mendapatkan hak waris dalam KUHPer pasal  832 adalah:
    Karena perkawinan.
    Karena keturunan. Baik dari pernikahan yang sah atau pun dari luar pernikahan.
C.    Penghalang Untuk Mendapatkan Warisan
1.    Menurut hukum islam
Dalam KHI pasal 173 sudah ditentukan yang menyebabkan seseorang tidak bisa mendapatkan harta warisan yang berbunyi
Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap di hukum karena”
a.    Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris.
b.    Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
c.    Karena berlainan agama.
d.    Karena hilang tanpa berita, tidak diketahui dimana alamatnya dan tempat tinggalnya selama 4 tahun atau lebih, maka orang tersebut di anggap mati karena hukum, dengan sendirinya tidak mewaris (mafqud). Dinyatakan mati tersebut harus dengan putusan hakim.
2.    Menurut kitab undang-undang hukum perdata
Sesuai menurut pasal 838 kitab undang-undang hukum perdata yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah:
a.    Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal.
b.    Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan, karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan kepada si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
c.    Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan yang mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
d.    Mereka yang relah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang meninggal.
Dengan dianggap tidak patut oleh Undang-Undang bila warisan sudah diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan.
Menurut pasal 840 kitab undang-undang hukum perdata (BW) anak-anak dari ahli waris yang tidak pantas itu,tidak boleh dirugikan oleh salahnya orang tua, apabila nanak-anak itu menjadi ahli waris atas kekuatanya sendiri (uiteigen-hoofde) artinya apabila menurut hukum warisan anak-anak itu tanpa perantaraan orangtuanya mendapat hak selaku ahli waris.
Akibat dari pebuatan ahli waris tersebut yang tidak pantas mengenai barang warisan, adalah batal dan bahwa seorangb hakim dapat menyatakan “ tidak pantas itu dalam jabatnya” dengan tidak perlu menenggu putusan dari pihak apapunjuga.
Selanjutanya dalam pasal KUH 839 (BW),mewajibkan seorang ihli waris yang tidak pantas itu untuk mengembalikan hasil yang telah ia petik dari barang-baarang warisan.
Tiap-tiap notaries yang mana dengan perantaraannya telah dibuat akta dari sesuatu wasiat dan segala saksi yang telah menyaksikan pembuatan akta itu, segala mereka itu tidak diperbolehkan menikmati sedikitpun dari apa yang pada mereka dengan wasiat itu kiranya telah dihibahkannya.